Menyikapi Keterlambatan RPJMD dan Program Seragam Gratis di Siak,ini Penjelasan Sabar Sinaga Anggota Badan Aanggaran DPRD Siak


SIAK-Prosedur penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada dasarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta lebih teknis melalui Permendagri No. 86 Tahun 2017. Prosesnya harus terintegrasi dengan RPJMN (nasional) dan RPJPD (daerah jangka panjang).

 

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dilaksanakan secara sistematis sesuai aturan dalam UU dan Permendagri. Prosesnya dimulai dengan pembentukan tim penyusun oleh kepala daerah. Tim ini menyiapkan rancangan awal yang berisi visi, misi, serta program kepala daerah terpilih, lalu menyusunnya selaras dengan dokumen perencanaan yang lebih tinggi seperti RPJPD dan RPJMN.

 

Setelah rancangan awal selesai, dilakukan konsultasi publik untuk menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari DPRD, perangkat daerah, akademisi, dunia usaha, hingga tokoh masyarakat. Masukan tersebut kemudian dipadukan menjadi rancangan RPJMD yang lebih lengkap.

 

Tahap berikutnya adalah pelaksanaan Musrenbang RPJMD, forum resmi yang mempertemukan pemerintah, DPRD, dan masyarakat guna membahas sekaligus menyempurnakan rancangan. Hasilnya dituangkan dalam Rancangan Akhir RPJMD yang kemudian diajukan sebagai Ranperda kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui.

 

Jika sudah memperoleh persetujuan bersama, RPJMD ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Penetapan ini wajib dilakukan paling lambat enam bulan sejak kepala daerah dilantik. Selanjutnya, RPJMD dijadikan acuan dalam penyusunan rencana pembangunan tahunan (RKPD) serta menjadi dasar pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembangunan daerah.

 

Kira- kira demikian rakuman secara umum terkait prosedur yang lumrah dilakukan untuk menyusun RPJMD.

 

Menelaah rencana Pemkab Siak menambah anggaran untuk program seragam sekolah gratis sebenarnya merupakan inisiatif yang patut diapresiasi. Program ini jelas berpihak pada masyarakat, khususnya keluarga penerima manfaat yang sering terbebani biaya perlengkapan sekolah anak. Namun, semangat baik itu tidak akan berjalan efektif jika tidak ditopang dengan perencanaan pembangunan yang matang.

 

Di sinilah pentingnya RPJMD Kabupaten Siak 2025–2030. Program sebesar ini idealnya tidak sekadar dimasukkan secara tiba-tiba dalam APBD Perubahan, melainkan harus sudah tercantum dalam dokumen perencanaan jangka menengah kepala daerah. Tanpa landasan regulasi yang jelas, program bisa dianggap inkonsisten, bahkan rawan menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.

 

Rekomendasi Badan Anggaran DPRD Siak agar program ini masuk dalam pembahasan APBD 2026 bukan berarti menolak, melainkan justru mendorong agar pelaksanaannya lebih terencana dan memiliki dasar hukum yang kuat. DPRD juga menegaskan komitmennya untuk tetap menjadi mitra strategis Pemkab dalam mewujudkan pembangunan daerah, termasuk program pro-rakyat seperti ini, meski kondisi keuangan daerah sedang defisit.

 

Karena itu, narasi yang menyebut DPRD menolak seragam gratis jelas keliru. Yang benar, DPRD hanya ingin memastikan program berjalan sesuai aturan. Pada akhirnya, tujuan semua pihak sama, yaitu menghadirkan kebijakan yang benar-benar berpihak pada masyarakat, bukan sekadar program instan yang tergesa-gesa tanpa fondasi perencanaan.

 

Rancangan Awal RPJMD Kabupaten Siak 2025–2030 sejatinya sudah masuk ke DPRD untuk dibahas dan disahkan menjadi Perda. Namun, prosesnya belum rampung hingga kini. Kondisi ini tak bisa serta merta dijadikan alasan untuk saling menyalahkan, baik kepada Pemkab, DPRD, maupun perangkat daerah. Semua pihak tentu memahami bahwa Kabupaten Siak sempat melaksanakan PSU pada Pilkada Serentak 2025, yang otomatis menggeser jadwal.

 

Secara aturan, pemerintah daerah bersama DPRD memang diberi waktu enam bulan sejak pelantikan kepala daerah untuk mengesahkan RPJMD. Dengan pelantikan Bupati Afni dan Wakil Bupati Syamsurizal pada 4 Juni 2025, batas akhirnya adalah 4 Desember 2025. Artinya, ruang waktu sebenarnya masih tersedia. Pertanyaan yang muncul, mengapa tidak digesa sejak awal?

 

Jawabannya terletak pada kompleksitas persoalan yang dihadapi daerah. Pasca efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat, konsentrasi Pemkab dan DPRD banyak tersita untuk menyusun skema keuangan yang realistis dan mampu menjaga keberlangsungan program prioritas. Kondisi ini wajar menunda pembahasan RPJMD.

 

Dalam konteks program seragam sekolah gratis, Pemkab masih merujuk pada RPJMD lama. Masalahnya, RPJMD sebelumnya hanya memberi ruang pada program bantuan seragam untuk siswa dari keluarga PKH sesuai data DTKS, bukan untuk visi dan misi baru Afni–Syamsurizal yang lebih luas. Inilah yang menyebabkan program seragam gratis untuk seluruh siswa belum bisa segera terealisasi penuh.

 

Dengan demikian, kuncinya adalah percepatan pengesahan RPJMD 2025–2030. Dokumen inilah yang akan menjadi payung hukum sekaligus arah pembangunan daerah, termasuk realisasi janji politik kepala daerah. Tanpa itu, program pro-rakyat yang sudah ditunggu masyarakat bisa tersendat, bukan karena penolakan, melainkan semata-mata karna pemerintah belum memuat pada regulasi atau merampungkan RPJM kepala daerah terpilih.(rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *