Kebun Sagu Milik Warga di Penyengat Diduga Dirusak PT Uniseraya, Petani Rugi Ratusan Juta – Minta Bupati Turun Tangan


SIAK- Konflik lahan antara warga dengan perusahaan kembali mencuat di Kabupaten Siak. Kali ini terjadi di Kampung Penyengat. Seorang petani sagu asal Kampung Rawa Mekar Jaya, kebun miliknya yang terletak di Dusun Mungkal Kampung Penyengat Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak habis di rusak dan dicabut diduga dilakukan oleh Perusahaan PT. Uniseraya

 

 

Berdasarkan pengakuan petani sagu bernama Agus Efendi dan Hamid, mereka mengatakan ke media ini (30/9/2025) bahwa kebun sagu miliknya seluas 3,4 hektare diduga telah dirusak oleh pihak PT Uniseraya pada bulan Agustus 2025 lalu. Padahal, lahan tersebut sudah mereka kuasai sejak tahun 2004 dengan alas hak berupa Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) No.Reg.Desa: 422/SK-GR/X2004, dikeluarkan oleh Pemerintah Kampung Penyengat pada waktu itu oleh Kepala Desanya bernama Mahadi, bahkan pada surat tersebut ada surat pernyataan tidak bersengketa yang diketahui Ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa dan saksi-saksi sebagai batas sempadan

 

Agus menjelaskan, dari total lahan yang ia miliki sesuai suratnya bersama dengan Hamid seluas 34.650 M2 atau 3,4 Hektar , sekitar 2,5 hektare telah luluh lantak dihantam alat berat diduga milik PT. Uniseraya, bahkan sagu tersebut sudah memasuki masa panen

 

Namun, alangkah terkejutnya Agus sampai di kebun tersebut melihat tanaman sagunya habis ditumbangkan hingga luluh lantak. Akibatnya, ia bersama petani lain yang mengalami nasib serupa ditaksir mengalami kerugian hingga puluhan juta bahkan sampai ratusan juta rupiah.

 

“Kami sudah puluhan tahun mengelola kebun sagu ini. Tiba-tiba perusahaan masuk dan merusak tanaman sagu kami, padahal itu tempat kami menggantungkan hidup. Bahkan pernah ditawarkan ganti rugi Rp3 juta saja, jelas tidak masuk akal,” ujar Agus dengan nada kecewa.

 

Ia menambahkan, pemerintah desa sebenarnya sudah berupaya memediasi agar pihak perusahaan duduk bersama dengan petani, namun pihak perusahaan yang bernama PT Uniseraya tersebut menolaknya. Hal ini membuat para petani merasa semakin terpojok dan tidak mendapat keadilan.

 

Kejadian perusakan tanaman sagu milik warga ini, juga pernah terjadi pada tahun 2024 lalu. Bahkan sampai bersuaranya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Siak dengan menuntut pihak berwenang untuk menindak tegas PT. Uniseraya dan mengembalikan hak masyarakat karena di duga telah melakukan pengrusakan tanaman sagu milik warga menggunakan alat berat. Namun seiring waktu berjalan masalah ganti rugi tanaman sagu warga yang sudah dirusak khusus lahan sagu milik Agus Efendi dan Hamid serta beberapa pemilik lahan sagu masyarakat lainnya tak kunjung ada kejelasan titik temu

 

Dikutip dari beberapa sumber, Kasus ini bukan yang pertama. Beberapa tahun lalu, PT Uniseraya juga pernah disorot publik lantaran menyalahi izin komoditas dan beberapa pelanggaran lainnya. Awalnya perusahaan ini mendapat izin Hak Guna Usaha (HGU) untuk perkebunan sagu seluas 9.300 hektare pada tahun 2006. Namun, tanpa mengubah dokumen resmi, perusahaan justru menanam kelapa sawit. Persoalan tersebut sempat ramai diberitakan media lokal maupun nasional.

 

Sebagaimana dijelaskan oleh Direktur Yayasan Ekosistem Zamrud (YEZ) Siak, bahwa pada 2021 lalu, ia menilai PT Uniseraya telah melanggar Peraturan Bupati Siak No. 22 Tahun 2018 tentang Siak Kabupaten Hijau. Hasil kajian koalisi Sedagho Siak menunjukkan bahwa HGU perusahaan tersebut berada di kawasan lindung gambut dengan kedalaman di atas tiga meter—wilayah yang seharusnya dilindungi, bukan dieksploitasi.

 

Kini, dugaan perusakan lahan sagu warga kembali menambah daftar panjang persoalan yang melibatkan PT Uniseraya. Warga berharap Bupati Siak segera turun tangan untuk menangani masalah ini, agar hak-hak petani sagu yang bergantung hidup dari kebunnya bisa terlindungi, sekaligus menegakkan komitmen Kabupaten Siak sebagai Kabupaten Hijau.

 

“Kami mohon perhatian pemerintah Kabupaten Siak khususnya Bupati Siak membantu kami. Jangan biarkan perusahaan semena-mena merusak tanaman kami. Kami hanya ingin keadilan dan kepastian hukum,” tegas Agus. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *