JAKARTA,Dampak dari kenaikan pajak tempat hiburan hingga 40 persen, berdampak pada gelombang pemutusan hubungan kerja ( PHK ) karyawan. Hal itu tentu saja menimbulkan sejumlah pihak dan termasuk kalangan legislator di DKI Jakarta.
“Jika pajak hiburan naik hingga 40 persen, wah mati bos! Banyak yang tutup dan para pekerja pun terkena imbasnya. Bisa terjadi gelombang PHK , ”tegas Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi kepada wartawan di Gedung DPRD DKI Jakarta , Rabu (17/1/2024).
Oleh karena itu, Prasetyo pun meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mau mengkaji ulang , terkait kenaikan pajak hiburan dari yang semula 25 persen menjadi 40 persen.
“Jadi, Pemerintah juga harus melihat ( demografi ). Sebab kan beda-beda antara Jakarta, Jawa Barat dan Surabaya . Makanya, harus dikaji ulang,” pintanya, menambahkan.
Ketentuan kenaikan tarif pajak hiburan tersebut, justru tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah . Pada pasal 53 ayat 2 , tertulis bahwa besaran pajak itu berlaku untuk tempat karaoke, diskotek, kelab malam, bar dan mandi uap atau spa.
“Jadi, tarif khusus PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap atau spa ditetapkan sebesar 40 persen,” demikian ketentuan yang tertulis pada beleid tersebut.
Untuk kenaikan tarif pajak tempat hiburan malam di Jakarta , berlaku multi sejak 5 Januari 2024 . Sebagai tambahan informasi, sebenarnya saat ini hiburan pajak yang harus membayar pengusaha di Jakarta sebesar 25 persen.
Hal tersebut merujuk atau berdasarkan Perda nomor 10 tahun 2015 . Sedangkan untuk tarif pajak panti pijat, mandi uap atau spa sebesar 35 persen. (Pas/Red)
Eksplorasi konten lain dari Berita Informasi Terupdate, Teraktual dan Terkini Indonesia
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.