KPK Disarankan Periksa Sudjarwo GM PLN IUW NTB Terkait Money Loundering


NTB-Hasil Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periode 2022, General Manager PLN UIW NTB Sudjarwo, NHK, 200285 memiliki total kekayaan mencapai Rp. 9.265.500.000, miliar yang terdiri dari Rp. 957.500.000, juta berupa 1 unit motor, 3 unit mobil, bahkan harta bergerak lainnya senilai Rp. 255.000.000, juta

Dalam LHKPN, Sudjarwo tercatat memiliki tabungan senilai Rp. 450.000.000, dari data yang di laporkan sejak, 8 Februari 2023/ periodik 2022 dengan total keseluruhan 9,2 M.

ADS:

Lagi Cari Agency Travel Pekanbaru Tujuan Medan untuk liburan atau pulang kampung? Hubungi Melody Travel untuk Perjalanan PP Travel Medan Tujuan Pekanbaru yang aman dan nyaman.

Namun ditemukan sentilan informasi bahwa Sudjarwo Pimpinan PLN UIW NTB ini memiliki sejumlah uang dan harta kekayaannya senilai 50 miliar lebih, yang disembunyikan dari daftar kekayaan yang telah di laporkan ke KPK dan terdata pada LHKPN pegawai PLN, sehingga kemungkinan adanya Pencucian uang (money laundering) dari proses suap atau gratifikasi.

Dugaan ini bukan tanpa beralasan karena terendus hingga terungkap adanya permainan tender proyek pengadaan sering terjadi dan turut melibatkan para petinggi PLN UIW NTB dalam permainan semua proyek yang di selenggarakan sejak lama di pimpin Sudjarwo karena ketidak becusannya dalam proses tender sering kali jadi masalah komplain pihak rekanan.

Bersesuaian dengan ungkapan KPK banyaknya dugaan pencucian uang atau money laundering di beberapa instansi yang potensi korupsinya jauh lebih besar daripada di Kementerian Keuangan.

Hal itu disampaikan oleh Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011 M Jasin, pada salah acara televis yaitu Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (29/3/2023).

Senada perilaku Sudjarwo dan perbuatannya ini sangat merugikan negara karena memperkaya diri sendiri, seperti halnya dikutip penyampaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pencucian uang, atau yang sering disebut dengan istilah “money laundering”.

Baca Juga  Hadir Pada Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda, Bupati Kasmarni Siap Laksanakan Enam Arahan Presiden

Beberapa indikator secara sederhana, pencucian uang adalah upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau dana yang diperoleh dari aktivitas kejahatan atau tindak pidana sehingga terlihat seolah-olah uang tersebut berasal dari sumber yang sah. Di Indonesia, tindakan ini diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Beberapa perbuatan yang dianggap tindak pidana pencucian uang menurut UU No. 8/2010 termasuk:

Menempatkan, Mentransfer, Mengalihkan, Membelanjakan, Membayarkan, Menghibahkan, Menitipkan, Membawa ke Luar Negeri: Ini termasuk aktivitas yang bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana.

Menyembunyikan atau Menyamarkan Asal-usul Harta Kekayaan: Tindakan ini melibatkan usaha untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana.

Menerima, Menguasai Penempatan, Pentransferan, Pembayaran, Hibah, Sumbangan, Penitipan, Penukaran, atau Menggunakan Harta Kekayaan: Ini merujuk pada menerima atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana.

Perbuatan Sudjarwo yang merugikan ini tidak sejalan antara kerjasama dengan KPK untuk meningkatkan kepatuhan pegawai PT PLN untuk melaporkan harta kekayaannya merupakan bentuk simbolis kolaborasi dan komitmen PLN dengan mendapatkan Rompi Biru dari KPK sebagai bentuk komitmen PLN “Anti Pakai Rompi Orange” yang disematkan KPK kepada pelaku korupsi. Moment penyematan rompi biru ini sempat dilakukan oleh wakil ketua KPK, Nurul Ghufron kepada manajemen PLN.

Diungkapkan Nurul Ghufron menyampaikan pentingnya melibatkan pelaku usaha atau BUMN/BUMD dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal ini dikarenakan praktik korupsi di dunia usaha umumnya melibatkan dua pihak, yakni pemberi suap dan penerima suap.
“Itu seperti it takes two to tango, biasanya dalam hal ini penyelenggara negara sebagai penerima suap dan penyuapnya adalah pelaku usaha,” ucapnya

Baca Juga  Pemerintah Terbitkan Perpres Pengakhiran Penanganan Pandemi COVID-19

Sementara modus paling hu banyak ditemukan adalah suap-menyuap, pemberian gratifikasi, perizinan, serta pengadaan barang dan jasa, (RED).

Ayo Berikan Rating Terbaik pada tulisan ini 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *